Berbicara tentang topik iman memang g ada habisnya, apalagi ditambah-tambah dengan apa yang sedang viral akhir-akhir ini. Waktu masi anak-anak dulu, dalam imajinasi saya, di akhirat nanti semua orang yang beriman akan bertemu dengan Tuhan mereka masing-masing. Jadi, umat Islam akan bertemu dengan Allah, umat kristen akan bertemu dengan Tuhan Yesus, penganut Budha akan bereinkarnasi menuju kehidupan berikutnya (efek nonton film kera sakti



Beragama itu emang bisa dirasa-rasa. Rasa-rasanya nggak salah-salah amat jadi apa salahnya beragama? Temen saya pernah cerita tentang alasan temannya beragama, yang kira-kira begini, "beragama itu adalah tentang meminimalisasi resiko akan kehidupan setelah kematian yang kita tidak ketahui". Hmmm. Teman lagi ada yang cerita, temannya itu muslim tapi kalau minggu pergi ke gereja. Nah lo? Kalau balik lagi ke rasa-rasa (rasa apa ya? Rasa yg dulu pernah ada?

Lalu menginjak SMA, mulailah saya berkenalan dengan lingkar kajian islam alias mentoringan. Saat itu pertanyaan2 tentang Islam yg g pernah saya coba telusuri dengan serius akhirnya ditemui juga. Pertanyaan2 semacam, kenapa saya harus memilih Islam bukan yg lain, kenapa saya percaya Allah padahal keliatan aja nggak, tentang Tuhan itu benar2 ada atau sebenarnya karena kita manusia tidak bisa menjelaskan penyebab atas berbagai hal yg terjadi lalu mereka-reka keberadaan Tuhan sebagai causa prima, pun tentang syariat Islam, kebenaran alQuran, bagaimana mendudukkan akal dan banyak lagi. Semenjak itu, saya merasa seperti manusia paling bodoh sedunia (sekarang juga belum pinter sih

Kita manusia, apapun agamanya pasti pernah berpikir tentang "untuk apa saya hidup?" baik sadar ataupun tidak, at least once. Hanya saja tidak semua orang akhirnya menelusurinya dengan serius, kebanyakan dari kita terlarut dengan kesibukan sampai akhirnya ajal menemui kita. Buat apa kita berpikir hal semendasar itu sedangkan urusan perut harus dipenuhi SEKARANG!? Terlalu banyak distraksi yang akhirnya mengalihkan kita dari pertanyaan hidup yang paling essensial. Lalu kemana kita harus mencari jawaban atas pertanyaan yg mendasar ini kalau bukan mengerahkan segala kemampuan berpikir yg kita punya?
Hari ini saat 1 milyar an manusia berislam, berislam itu bukan sesuatu yang aneh. Pernah bayangin apa yang Rasulullah saw rasakan dulu saat pertama kali mendapatkan wahyu? Membawa pemikiran "asing" dengan teman yang minimal. Sama kayak kita yg punya pemikiran beda sendiri, lama-lama kita mulai mempertanyakan ga si sebenernya yang salah itu kita apa kebanyakan orang? ada tekanan psikologis tertentu ketika kita memilih jalan yang tidak dipilih kebanyakan orang. Lalu kira-kira apa yang membuat kita bertahan teguh atas suatu ide kalau bukan karena dibangun atas dasar yang rasional, yang buktinya tidak lagi mampu membuat kita sanggup untuk membantah (bukannya sesuatu yang cuma dirasa-rasa)?
Dari kecil kita diajari, setiap Rasul Allah datang, Allah membekalinya dengan mukjizat. Akal kita tentu akan membenarkan hal ini, tanpa mukjizat bagaimana mungkin kita bisa yakin kalau yang berbicara memang utusan Ilahi? Semua kisah tentang mukjizat para nabi sebelum nabi Muhammad saw ibarat dongeng bagi kita karena kita tidak menjadi saksi mata kejadian itu, tapi mukjizat nabi terakhir sampai hari ini masih bisa kita saksikan, apa itu? tidak lain adalah Al-Quran. Maka jika AlQuran dapat kita buktikan kebenarannya secara rasional bukankah akhirnya kita akan percaya dengan apapun yang dikabarkan di dalamnya? Dan celakanya kemukjizatan alQuran hanya dapat dipahami dalam bahasa aslinya, lalu bagaimana nasib kita yang bahasa ibunya bukan bahasa Arab? Di satu sisi, jika kita memang pencari kebenaran yang serius, sudah seharusnya kita mempelajari bahasa Arab, di sisi lain saya bersyukur karena belakangan kajian-kajian yang membahas mukjizat alQuran dari sisi linguistik semakin banyak bertebaran, tinggal pertanyaannya seberapa serius kita untuk mengkajinya?
Allah berfirman di surat alBaqarah ayat 185
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًۭى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍۢ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)
Allah swt menjadikan bulan ramadhan menjadi istimewa karena di dalamnya Allah menurunkan alQuran dan Allah menyebutkan tujuan diturunkannya alQuran adalah sebagai هُدًۭى atau petunjuk, (ini menarik) بَيِّنَـٰتٍۢ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ bukti yang nyata atas petunjuk itu sendiri, dan ٱلْفُرْقَانِ (pembeda). Setiap kali kita membaca alQuran maka kita akan selalu menemukan hal-hal yang akan membuat kita tercengang. Kita tau kalau alQuran itu turun tidak secara berurutan, ayat-ayat alQuran turun kasus per kasus selama 23 tahun dan disampaikan melalui lisan Rasul yang mulia lalu para sahabat menghafalnya, sama sekali tidak ada ruang untuk melakukan proses editing (tidak seperti proses penulisan buku dimana kita bisa meletakkan bagian per bagian dengan presisi, apa yang sudah diucapkan tidak bisa ditarik lagi) dan baru belakangan dikumpulkan dalam satu mushaf seperti yang kita dapatkan hari ini. Lalu mari kita ambil satu contoh kasus dalam alQuran, kita tau kalau surat alBaqarah terdiri dari 286 ayat dan di ayat 143 tepat di tengah-tengah surat Allah berfirman
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَـٰكُمْ أُمَّةًۭ وَسَطًۭا
لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ
شَهِيدًۭا ۗ وَمَا جَعَلْنَا ٱلْقِبْلَةَ ٱلَّتِى كُنتَ عَلَيْهَآ إِلَّا
لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ
وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ ۗ وَمَا
كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَـٰنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ
لَرَءُوفٌۭ رَّحِيمٌۭ
Dan
demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak
menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali
bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak
akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.
Allah menyebut kita umat Islam sebagai أُمَّةًۭ وَسَطًۭا umat pertengahan tepat di tengah-tengah surat, peletakkan ayat semacam ini tentu saja tidak aneh dalam proses penulisan karya sastra, tapi kita tau alQuran tidak turun dengan cara seperti itu. Dan Allah menyebut kita umat Islam sebagai umat pertengahan diantara dua surat yang menceritakan dua umat. Subhanallah. Ini baru satu aspek, semakin bertambah ilmu kita semakin kita tidak punya argumentasi untuk membantah. Allah berfirman di surat AnNisa ayat 82
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
Saya bersyukur terlahir muslim karena memudahkan saya untuk mendapatkan hidayah, dan Islam adalah agama dakwah, mengajak manusia untuk hidup di bawah aturan ilahi (syariat). Syariat pada dasarnya adalah untuk memudahkan hidup manusia, dengan syariat, manusia akan terhindar dari stupid cost kehidupan sosial yang tidak perlu. Tau kan sampai hari ini gerakan rasis semacam white supremacy masih ada? Politik apartheid harus berlangsung berabad-abad sampai akhirnya baru saja Amerika bisa menerima presiden kulit berwarna untuk pertama kalinya. Tau apa yang terjadi setelah Islam datang? Tidak perlu berabad-abad berjuang, sahabat nabi, Bilal bin Rabbah memiliki kedudukan yang mulia di sisi nabi sekalipun beliau memiliki warna kulit yang hitam legam. Karena saya menyadari kebenaran Islam melalui pembenaran alQuran dengan jalan akal maka saya pun beriman dengan semua yang disampaikan di dalamnya, termasuk saya tidak mau sampai menjadi golongan yang merugi sebagaimana yang Allah gambarkan di dalam surat azZumar ayat 53 sampai 59, ketika Allah menggambarkan berbagai bentuk penyesalan yang akan menimpa manusia di hari akhir nanti
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54) وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (55) أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَى عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ (56) أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (57) أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (58) بَلَى قَدْ جَاءَتْكَ آيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكَافِرِينَ (59)
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedangkan kamu tidak menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan, 'Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedangkan aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).' Atau supaya jangan ada yang berkata, 'Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku, tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa.' Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab, 'Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik.' (Bukan demikian) sebenarnya telah datang keterangan-keterangan-Ku kepadamu, lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan diri dan adalah kamu termasuk orang-orang yang kafir.”
Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar