Jadi ceritanya di kelas mahad dibahas masalah hukum memegang mushaf oleh seorang wanita jika ia sedang mengalami haid. Di akhir kelas tiba-tiba gurunda nunjuk ana buat nulisin pendapat imam nawawi yang sudah beliau sebutkan sebelumnya di kelas. Terus kan ziing yah jadinya, bukannya apa-apa soalnya beliau nyodorin kitab atTibyan yang dalemnya arab gundul 😂 tapi ya kerjain aja sih ya tugasnya, mudah-mudahan kecipratan barokah dari guru (aamiin ya Allah).. lalu tibalah masanya saya buka kitabnya,, baris pertama masih ok, baris kedua udah mulai tik tok tik tok 😂 akhirnya jurus terakhir dipake pula (buka google.com entri terjemah kitab attibyan, viola!) disitu kadang saya merasa sedih 😢 satu dekade bergulat sama kitab bahasa arab yg didampingi terjemahnya ga otomatis upgrade kemampuan bahasa arab (allahumagfirlii 😭). Karena materinya penting (dan ngerasa banget selama ini saya teh ternyata tidak beradab terhadap Quran 😭 jadi g ada salahnya kalau saya share juga poin-poin penting yang bisa dikutip dari kitab atTibyan seputar hukum memegang mushaf dan membacanya bagi perempuan haid)
BAB 6: Adab dan Etika Membaca Al-Quran
Diutamakan bagi orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Jika membaca Al-Qur’an dalam keadaan berhadas, maka hukumnya boleh (جاز) berdasar ijma’ul muslimin. Hadits-hadits berkenaan dengan perkara tersebut sudah dimaklumi. Immamul Haramain berkata: “Tidaklah boleh dikatakan dia melakukan sesuatu yang makruh, tetapi meninggalkan yang lebih utama.” Jika tidak menemukan air, dia bertayamum. Wanita mustahadhah dalam waktu yang dianggap suci mempunyai hukum yang sama dengan hukum orang yang berhadas. Sementara orang yang berjunub dan wanita yang haid, maka haram atas keduanya membaca Al-Qur’an, sama saja satu ayat atau kurang dari satu
ayat. Bagi keduanya diharuskan membaca Al-Qur’an di dalam hati tanpa mengucapkannya dan boleh memandang ke dalam mushaf. Ijmak muslim mengharuskan bagi yang berjunub dan yang haid mengucapkan tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan membaca shalawat atas Nabi s.a.w serta dzikir-dzikir
lainnya.
Para sahabat kami berkata, jika orang yang berjunub dan perempuan yang haid berkata: “Khudzil kitaaba biquwwatin” sedang tujuannya adalah selain Al-Qur’an, maka hukumnya boleh. Demikian pula hukumnya upaya yang serupa dengan itu. Keduanya boleh mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilahi raaji’uun”. Ketika mendapat musibah, jika tidak bermaksud membaca Al-Qur’an.
***
BAB 9 Riwayat Penulisan Mushaf al-Quran
Diharamkan atas seorang berhadas menyentuh Mushaf dan membawanya, sama saja membawanya dengan cara memegangnya atau dengan lainnya, sama saja dia menyentuh tulisannya, tepinya atau kulitnya. Diharamkan menyentuh wadah dan sampul serta kotak tempat Mushaf itu berada. Inilah madzhab yang terpilih. Ada orang yang berpendapat, ketiga cara ini tidak haram dan pendapat ini lemah.
Sekiranya Al-Qur’an ditulis pada sebuah papan, maka hukumnya sama dengan Mushaf itu sendiri, sama saja tulisannya sedikit atau banyak. Bahkan seandainya hanya sebagian ayat yang ditulis untuk belajar, haram menyentuh papan itu.
Jika orang yang berhadas atau junub atau perempuan haid membuka lembaran-lembaran Mushaf dengan sepotong kayu atau seumpanya, maka ada dua pendapat dari para sahabat kami tentang kebolehannya. Pendapat yang lebih jelas adalah boleh. Pendapat ini didukung bersama oleh para ulama Iraq sahabat kami karena dia tidak menyentuh dan tidak membawanya. Pendapat kedua adalah haram karena dia dianggap membawa kertas dan kertas itu seperti seluruhnya. Jika dia mnggulung lengan bajunya di atas tangannya dan membalik kertas itu, maka hukumnya haram tanpa ada perselisihan. Salah seorang sahabat kami menceritakan adanya dua pendapat berkenaan dengan perkara tersebut. Pendapat yang benar adalah memastikan haramnya, sebab pembalikan kertas itu dilakukan oleh tangan, bukan lengan bajunya
Jika orang yang berhadas atau junub atau perempuan haid menyentuh atau membawa sebuah kitab fiqh atau kitab ilmu lain yang berisi ayat-ayat Al-Qur’an atau bersulam ayat Al-Qur’an atau uang dirham atau uang dinar berukiran ayat Al-Qur’an atau membawa barang-barang yang di antaranya terdapat Mushaf atau menyentuh dinding atau gula (الحلوى) atau roti yang berukiran Al-Qur’an, maka madzhab yang sahih adalah boleh melakukan semua ini karena ia bukan Mushaf. Terdapat satu pendapat yang mengatakan haram. Qadhi besar Abu Hasan Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Haawi berkata, bisa menyentuh baju yang bersulam Al-Qur’an dan tidak boleh memakainya tanpa ada perselisihan karena tujuan memakainya adalah tabarruk (mengambil berkat) dengan Al-Qur’an.
Pendapat yang disebutkan atau dikatakannya ini adalah lemah dan tidak seorang pun yang berpendapat seperti itu menurut pengetahuan saya. Bahkan Asy-Syeikh Abu Muhammad Al-Juwaini dan lainnya menegaskan kebolehan memakainya. Inilah pendapat yang benar. Wallahua’lam.
Adapun Kitab tafsir Al-Qur’an, apabila Al-Qur’an yang terdapat di dalamnya lebih banyak dari lainnya, haram menyentuh dan membawanya. Jika yg lainnya lebih banyak sebagaimana pada umumnya, maka ada tiga pendapat. Pendapat yang lebih shahih adalah tidak haram. Pendapat kedua, haram. Pendapat ketiga, kalau Al-Qur’an di tulis dengan huruf yang jelas karena tebal atau dengan huruf merah atau lainnya, maka haram. Jika tulisannya tidak jelas, maka tidak haram.
Saya katakan: Dan haram menyentuhnya apabila sama antara keduanya
BAB 6: Adab dan Etika Membaca Al-Quran
Diutamakan bagi orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Jika membaca Al-Qur’an dalam keadaan berhadas, maka hukumnya boleh (جاز) berdasar ijma’ul muslimin. Hadits-hadits berkenaan dengan perkara tersebut sudah dimaklumi. Immamul Haramain berkata: “Tidaklah boleh dikatakan dia melakukan sesuatu yang makruh, tetapi meninggalkan yang lebih utama.” Jika tidak menemukan air, dia bertayamum. Wanita mustahadhah dalam waktu yang dianggap suci mempunyai hukum yang sama dengan hukum orang yang berhadas. Sementara orang yang berjunub dan wanita yang haid, maka haram atas keduanya membaca Al-Qur’an, sama saja satu ayat atau kurang dari satu
ayat. Bagi keduanya diharuskan membaca Al-Qur’an di dalam hati tanpa mengucapkannya dan boleh memandang ke dalam mushaf. Ijmak muslim mengharuskan bagi yang berjunub dan yang haid mengucapkan tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan membaca shalawat atas Nabi s.a.w serta dzikir-dzikir
lainnya.
Para sahabat kami berkata, jika orang yang berjunub dan perempuan yang haid berkata: “Khudzil kitaaba biquwwatin” sedang tujuannya adalah selain Al-Qur’an, maka hukumnya boleh. Demikian pula hukumnya upaya yang serupa dengan itu. Keduanya boleh mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilahi raaji’uun”. Ketika mendapat musibah, jika tidak bermaksud membaca Al-Qur’an.
***
BAB 9 Riwayat Penulisan Mushaf al-Quran
Diharamkan atas seorang berhadas menyentuh Mushaf dan membawanya, sama saja membawanya dengan cara memegangnya atau dengan lainnya, sama saja dia menyentuh tulisannya, tepinya atau kulitnya. Diharamkan menyentuh wadah dan sampul serta kotak tempat Mushaf itu berada. Inilah madzhab yang terpilih. Ada orang yang berpendapat, ketiga cara ini tidak haram dan pendapat ini lemah.
Sekiranya Al-Qur’an ditulis pada sebuah papan, maka hukumnya sama dengan Mushaf itu sendiri, sama saja tulisannya sedikit atau banyak. Bahkan seandainya hanya sebagian ayat yang ditulis untuk belajar, haram menyentuh papan itu.
Jika orang yang berhadas atau junub atau perempuan haid membuka lembaran-lembaran Mushaf dengan sepotong kayu atau seumpanya, maka ada dua pendapat dari para sahabat kami tentang kebolehannya. Pendapat yang lebih jelas adalah boleh. Pendapat ini didukung bersama oleh para ulama Iraq sahabat kami karena dia tidak menyentuh dan tidak membawanya. Pendapat kedua adalah haram karena dia dianggap membawa kertas dan kertas itu seperti seluruhnya. Jika dia mnggulung lengan bajunya di atas tangannya dan membalik kertas itu, maka hukumnya haram tanpa ada perselisihan. Salah seorang sahabat kami menceritakan adanya dua pendapat berkenaan dengan perkara tersebut. Pendapat yang benar adalah memastikan haramnya, sebab pembalikan kertas itu dilakukan oleh tangan, bukan lengan bajunya
Jika orang yang berhadas atau junub atau perempuan haid menyentuh atau membawa sebuah kitab fiqh atau kitab ilmu lain yang berisi ayat-ayat Al-Qur’an atau bersulam ayat Al-Qur’an atau uang dirham atau uang dinar berukiran ayat Al-Qur’an atau membawa barang-barang yang di antaranya terdapat Mushaf atau menyentuh dinding atau gula (الحلوى) atau roti yang berukiran Al-Qur’an, maka madzhab yang sahih adalah boleh melakukan semua ini karena ia bukan Mushaf. Terdapat satu pendapat yang mengatakan haram. Qadhi besar Abu Hasan Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Haawi berkata, bisa menyentuh baju yang bersulam Al-Qur’an dan tidak boleh memakainya tanpa ada perselisihan karena tujuan memakainya adalah tabarruk (mengambil berkat) dengan Al-Qur’an.
Pendapat yang disebutkan atau dikatakannya ini adalah lemah dan tidak seorang pun yang berpendapat seperti itu menurut pengetahuan saya. Bahkan Asy-Syeikh Abu Muhammad Al-Juwaini dan lainnya menegaskan kebolehan memakainya. Inilah pendapat yang benar. Wallahua’lam.
Adapun Kitab tafsir Al-Qur’an, apabila Al-Qur’an yang terdapat di dalamnya lebih banyak dari lainnya, haram menyentuh dan membawanya. Jika yg lainnya lebih banyak sebagaimana pada umumnya, maka ada tiga pendapat. Pendapat yang lebih shahih adalah tidak haram. Pendapat kedua, haram. Pendapat ketiga, kalau Al-Qur’an di tulis dengan huruf yang jelas karena tebal atau dengan huruf merah atau lainnya, maka haram. Jika tulisannya tidak jelas, maka tidak haram.
Saya katakan: Dan haram menyentuhnya apabila sama antara keduanya
Komentar
Posting Komentar