Salah satu kisah sahabat Rasul yang menginspirasi saya di masa-masa awal mengkaji Islam saat masih SMA dulu adalah kisah Ka'ab bin Malik ra. Kenapa? entah kenapa saya ngerasa ada kedekatan kondisi psikologis aja,, hehe,, Kisah Ka'ab bermula ketika Rasulullah saw dan masyarakat Islam di Madinah saat itu sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi Perang Tabuk. Yang menjadi ujian pada masa itu adalah karena perang tabuk adalah pertarungan antara negara islam dengan imperium romawi yang merupakan negara adidaya pada zamannya. Lokasi perang yang jauh serta keadaan Madinah saat itu yang sedang masuk pada musim panen telah melalaikan Ka'ab dari bersegera mempersiapkan diri untuk mengikuti ekspedisi. Akhirnya bisa ditebak, Ka'ab tertinggal dari pasukan Rasulullah saw. Tidak ada yang tertinggal di Madinah saat itu kecuali orang-orang munafik serta orang-orang yang lemah (cacat fisik, ataupun renta). Begitu Rasulullah saw kembali ke Madinah, seperti biasanya, tempat pertama yang beliau saw tuju adalah masjid. Orang-orang yang tidak mengikuti perang dari kalangan munafik merekayasa cerita terkait alasan mereka tidak mengikuti perang dan meminta ampunan kepada Allah dan RasulNya. Berbeda dengan Ka'ab dan dua sahabat lainnya yaitu Murarah dan Hilal ra yang memilih untuk berkata jujur kepada Rasulullah saw bahwa mereka tidak mengikuti ekspedisi Tabuk bukan karena udzur syar'i (alasan yang dibenarkan oleh syariat). Maka turunlah ketetapan Allah pada mereka saat itu. Selama lima puluh hari ketiganya diasingkan dari masyarakat. Murarah dan Hilal mengasingkan dirinya di rumah mereka masing-masing dan tidak berhenti menangis dan memohon ampun kepada Allah swt. Ka'ab yang masih tergolong muda masih mencoba bergaul dengan penduduk Madinah. Bahkan berupaya untuk bertemu Rasul dan memberi salam sekedar untuk mengetahui apakah Rasul akan menjawab salamnya.
Di tengah pengasingan oleh Rasul dan penduduk madinah, datang utusan dari Raja Ghassan yang memintanya untuk datang ke negerinya di Syam, tapi dengan serta merta Ka'ab membakar surat dari Raja Ghassan. Andaikata apa yang dialami oleh Ka'ab menimpa diri kita sendiri, apakah kita akan melakukan hal yang sama? Diri ini ada tapi dianggap tidak ada. Berwujud secara fisik tapi dianggap tidak nampak. Bersuara tapi tak didengar. Menyatakan kejujuran, tidak ingin menambah kesalahan, hendak memulai kebaikan, tapi dibalas dengan pengasingan. Tidakkah cukup menjadi alasan untuk membenci orang yang telah menjatuhkan hukuman? Bagaimana tidak, itikad baik yang hendak kita lakukan justru dibalas dengan tindakan yang sangat tidak menyenangkan. Pernahkah terbayang jika itu menimpa kita, dan kita tetap istiqamah dalam ketaatan sebagaimana Ka'ab melakukannya? padahal di tengah ujian besar itu, tawaran hidup nyaman, pengakuan, dan penghargaan datang dari negeri sebrang? Apakah kita akan memilih hal yang sama sebagaimana pilihan Ka'ab bin Malik ra? Menunggu keputusan Allah dalam waktu yang tidak ditentukan,, lima puluh hari masa pengasingan adalah lama waktu yang dikisahkan pada kita,, pernahkah terpikir bagaimana perasaan dan kegundahan Ka'ab beserta kedua sahabat lainnya menjalani setiap hari-hari pengasingan yang berlalu tanpa adanya kepastian sampai kapan ujian ini mereka hadapi? Sungguh Allah melimpahkan banyak kebaikan bagi mereka atas kesabaran mereka dalam ketaatan kepada Allah swt karena Allah menurunkan ayat khusus terkait tobat ketiga sahabat Rasul saw ini,, tidakkah ada kebahagian yang lebih baik bagi seorang mukmin kecuali ketika Allah swt menurunkan ayat khusus terkait diri mereka di dalam alQuran? sungguh berbahagialah Kaab beserta sahabatnya yang bersabar menghadapi ujian.

Jika saya refleksikan kisah Kaab pada apa yang menimpa diri sendiri, sungguh lah sangat jauh rasanya. Terkadang, hal "sesederhana" terlambat dalam menghadiri kajian yang berdampak pada pengusiran dari forum sudah membuat hati ini dongkol. "Saya sudah berusaha untuk hadir, datang ke dalam majelis ilmu, telat 1 menit dari batas toleransi keterlambatan, tapi malah diusir,, ikhtiar saya ga dihargai banget sih". Baru ditegur dengan keluar dari forum sudah muncul penyakit dalam hati. Karena datang ke forum kajian lebih dari 15 menit tidak akan diakui keberadaannya terkadang malah lalai mengerjakan hal yang mubah dan merasa sudah pasti terlambat lebih dari 15 menit akhirnya tidak mengikhtiarkan diri untuk berangkat menghadiri forum kajian. Seakan diri ini akan terbebas dari dosa tidak memenuhi akad, seakan kelalaian tersebut bukanlah dosa di mata Allah, seakan diri ini tidak sedang melakukan dosa besar ketika tidak amanah. Kasus saya memang "tidak sebesar" tertinggalnya Ka'ab ra dari pasukan perang. Tapi sungguh hukuman terbesar bagi seorang muslim yang melakukan dosa adalah ketika dia kehilangan rasa takut ketika melakukan kemaksiatan kepada Allah entah itu besar ataupun kecil dan semoga kita terhindar dari perasaan yang demikian.
***
Kemarin sore berbincang dengan seorang kawan (sebutlah dia A) dan ia mengisahkan tentang seseorang yang lain (sebutlah dia B) yang menghindarinya karena mungkin menganggap dirinya adalah seseorang yang membawa misi dari C (padahal C juga tidak tau kalau keduanya akan bertemu). Hal yang sama juga terjadi pada teman yang lain (sebut saja dia D), ketika D bertemu dengan B, dan hendak melakukan tabayun, B berlari menghindari D. C bisa jadi memberikan perlakuan yang salah kepada B, tapi bukankah tidak adil jika B menunjukkan sikap permusuhan pada A ataupun D atas kesalahan yang tidak mereka lakukan? Dan karena pertemuan sore itu, entah kenapa saya jadi teringat dengan kisah Ka'ab ini.
Ibnu Mas'ud berkata; Rasulullah saw. pernah berkata
"Wahai Abdullah bin Mas'ud!" Ibnu Mas'ud berkata, "Ada apa Ya Rasulullah (ia mengatakannya tiga kali)." Rasulullah saw. bertanya, "Apakah engkau tahu, tali keimanan manakah yang paling kuat?" Aku berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Rasulullah saw. bersabda, "Tali keimanan yang paling kuat adalah loyalitas kepada Allah, dengan mencintai dan membenci (segala sesuatu) hanya karena-Nya." (Hadits dari Abdullah bin Mas'ud riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, beliau berkomentar, "Hadits ini shahih isnad-nya meski tidak dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim.)
Saya hanya berharap semoga Allah senantiasa melindungi orang-orang yang senantiasa menjaga loyalitas kepada Allah swt dan membuat kita mudah mencintai apa yang dicintai olehNya dan membenci apa yang dibenci olehNya.
Di tengah pengasingan oleh Rasul dan penduduk madinah, datang utusan dari Raja Ghassan yang memintanya untuk datang ke negerinya di Syam, tapi dengan serta merta Ka'ab membakar surat dari Raja Ghassan. Andaikata apa yang dialami oleh Ka'ab menimpa diri kita sendiri, apakah kita akan melakukan hal yang sama? Diri ini ada tapi dianggap tidak ada. Berwujud secara fisik tapi dianggap tidak nampak. Bersuara tapi tak didengar. Menyatakan kejujuran, tidak ingin menambah kesalahan, hendak memulai kebaikan, tapi dibalas dengan pengasingan. Tidakkah cukup menjadi alasan untuk membenci orang yang telah menjatuhkan hukuman? Bagaimana tidak, itikad baik yang hendak kita lakukan justru dibalas dengan tindakan yang sangat tidak menyenangkan. Pernahkah terbayang jika itu menimpa kita, dan kita tetap istiqamah dalam ketaatan sebagaimana Ka'ab melakukannya? padahal di tengah ujian besar itu, tawaran hidup nyaman, pengakuan, dan penghargaan datang dari negeri sebrang? Apakah kita akan memilih hal yang sama sebagaimana pilihan Ka'ab bin Malik ra? Menunggu keputusan Allah dalam waktu yang tidak ditentukan,, lima puluh hari masa pengasingan adalah lama waktu yang dikisahkan pada kita,, pernahkah terpikir bagaimana perasaan dan kegundahan Ka'ab beserta kedua sahabat lainnya menjalani setiap hari-hari pengasingan yang berlalu tanpa adanya kepastian sampai kapan ujian ini mereka hadapi? Sungguh Allah melimpahkan banyak kebaikan bagi mereka atas kesabaran mereka dalam ketaatan kepada Allah swt karena Allah menurunkan ayat khusus terkait tobat ketiga sahabat Rasul saw ini,, tidakkah ada kebahagian yang lebih baik bagi seorang mukmin kecuali ketika Allah swt menurunkan ayat khusus terkait diri mereka di dalam alQuran? sungguh berbahagialah Kaab beserta sahabatnya yang bersabar menghadapi ujian.
Jika saya refleksikan kisah Kaab pada apa yang menimpa diri sendiri, sungguh lah sangat jauh rasanya. Terkadang, hal "sesederhana" terlambat dalam menghadiri kajian yang berdampak pada pengusiran dari forum sudah membuat hati ini dongkol. "Saya sudah berusaha untuk hadir, datang ke dalam majelis ilmu, telat 1 menit dari batas toleransi keterlambatan, tapi malah diusir,, ikhtiar saya ga dihargai banget sih". Baru ditegur dengan keluar dari forum sudah muncul penyakit dalam hati. Karena datang ke forum kajian lebih dari 15 menit tidak akan diakui keberadaannya terkadang malah lalai mengerjakan hal yang mubah dan merasa sudah pasti terlambat lebih dari 15 menit akhirnya tidak mengikhtiarkan diri untuk berangkat menghadiri forum kajian. Seakan diri ini akan terbebas dari dosa tidak memenuhi akad, seakan kelalaian tersebut bukanlah dosa di mata Allah, seakan diri ini tidak sedang melakukan dosa besar ketika tidak amanah. Kasus saya memang "tidak sebesar" tertinggalnya Ka'ab ra dari pasukan perang. Tapi sungguh hukuman terbesar bagi seorang muslim yang melakukan dosa adalah ketika dia kehilangan rasa takut ketika melakukan kemaksiatan kepada Allah entah itu besar ataupun kecil dan semoga kita terhindar dari perasaan yang demikian.
***
Kemarin sore berbincang dengan seorang kawan (sebutlah dia A) dan ia mengisahkan tentang seseorang yang lain (sebutlah dia B) yang menghindarinya karena mungkin menganggap dirinya adalah seseorang yang membawa misi dari C (padahal C juga tidak tau kalau keduanya akan bertemu). Hal yang sama juga terjadi pada teman yang lain (sebut saja dia D), ketika D bertemu dengan B, dan hendak melakukan tabayun, B berlari menghindari D. C bisa jadi memberikan perlakuan yang salah kepada B, tapi bukankah tidak adil jika B menunjukkan sikap permusuhan pada A ataupun D atas kesalahan yang tidak mereka lakukan? Dan karena pertemuan sore itu, entah kenapa saya jadi teringat dengan kisah Ka'ab ini.
Ibnu Mas'ud berkata; Rasulullah saw. pernah berkata
"Wahai Abdullah bin Mas'ud!" Ibnu Mas'ud berkata, "Ada apa Ya Rasulullah (ia mengatakannya tiga kali)." Rasulullah saw. bertanya, "Apakah engkau tahu, tali keimanan manakah yang paling kuat?" Aku berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Rasulullah saw. bersabda, "Tali keimanan yang paling kuat adalah loyalitas kepada Allah, dengan mencintai dan membenci (segala sesuatu) hanya karena-Nya." (Hadits dari Abdullah bin Mas'ud riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, beliau berkomentar, "Hadits ini shahih isnad-nya meski tidak dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim.)
Saya hanya berharap semoga Allah senantiasa melindungi orang-orang yang senantiasa menjaga loyalitas kepada Allah swt dan membuat kita mudah mencintai apa yang dicintai olehNya dan membenci apa yang dibenci olehNya.

Komentar
Posting Komentar