Langsung ke konten utama

Ushul Tafsir (Side Story 2: Masuk Islamnya Umar bin Khattab)


Al-Quran turun di tengah-tengah masyarakat yang berkomunikasi menggunakan Bahasa Arab, tentu saja mereka mengerti ketinggian Bahasa yang digunakan di dalam al-Quran. Akan tetapi, orang-orang Arab pun memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Telah mahsyur kisah tentang masuk Islamnya Umar bin Khattab radiyallahu anhu setelah mendengarkan surat Thaha. Ternyata saya baru tau kalau sebelum itu, Umar bin Khattab radiyallahu anhu sesungguhnya telah menerima Islam dalam hatinya ketika mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wassallam membaca surat al-Haqqah.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Ubaid yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan bahwa sebelum masuk Islam, ia pernah keluar untuk menghadang Rasulullah shalallahu alaihi wassallam. Ternyata ia menjumpai beliau telah mendahuluinya berada di masjid. Lalu ia berdiri di belakang beliau, maka beliau membaca surat Al-Haqqah, dan ia merasa kagum dengan susunan kata-kata Al-Qur'an. Ia berkata dalam hatinya,

"Dia, demi Allah, adalah seorang penyair seperti yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy."

Maka beliau shalallahu alaihi wassallam membaca firman-Nya:

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (٤٠) وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلا مَا تُؤْمِنُونَ (٤١)

Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al-Qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. (Al-Haqqah: 40-41);

Kemudian aku (Umar) berkata, "Dia adalah seorang tukang tenung (peramal)"

Maka Nabi shalallahu alaihi wassallam. membaca firman selanjutnya:

وَلا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ (٤٢) تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٤٣)وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الأقَاوِيلِ (٤٤) لأخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (٤٥)ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (٤٦) فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ (٤٧)

Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu. (Al-Haqqah: 42-47), hingga akhir surat.

Ustadz Ade memberikan penjelasan, sesungguhnya Umar bin Khattab radiyallahu anhu sudah meyakini kebenaran Islam dalam hatinya. Akan tetapi, karena opini umum yang begitu kuat mendiskreditkan Islam membuat Umar bimbang. Hatinya terasa berat. Dalam kacamata beliau radiyallahu anhu, setelah Islam datang, kesatuan di kalangan Arab menjadi tercerai berai, kebiasaan yang sudah berlangsung warisan para leluhur dihinakan oleh Islam. Kesimpulannya? Islam datang dan kehidupan menjadi susah. Dan opini negatif ini pula lah yang menjadi salah satu penghambat perkembangan dakwah Islam di Makkah.

Lalu coba kita bayangkan dalam keadaan batin yang seperti demikian, Umar hendak membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wassallam, tetapi di tengah jalan, Umar justru dikejutkan dengan kabar bahwa adiknya sendiri telah masuk ke dalam Islam. Serta merta Umar beralih menuju rumah adiknya, dan disanalah Umar radiyallahu anhu mendengarkan ayat yang mulia

طه (١)مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (٢)
Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah

Setelah hatinya terketuk dengan surat Al-Haqqah, lalu Umar radiyallahu anhu dikejutkan kembali dengan jawaban langsung dari Allah subhanahu wa ta’ala atas kegelisahannya

مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى
Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah

Tidaklah kalam Allah turun melainkan tepat mengeliminasi semua kegundahan Umar radiyallahu anhu. Maka tidak lama setelah itu, Umar langsung bertanya dimana Rasul berada dan seketika itu pula beliau radiyallahu anhu menjadi pembela Islam yang terpercaya. Dan Allah pun mengabulkan doa kekasih-Nya,

“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”

Maka perhatikan pula apa yang disampaikan ibn katsir rahimahullah dalam tafsir beliau

Juwaibir telah meriwayatkan dari Ad-Dahhak, bahwa ketika Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan Al-Qur'an kepada Rasul-Nya, dan Rasul beserta para sahabatnya mengamalkannya, maka orang-orang musyrik berkata bahwa tidak sekali-kali Allah menurunkan Al-Qur'an ini kepada Muhammad melainkan agar dia menjadi susah.

Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut (kepada Allah). (Thaha: 1-3)

Padahal duduk perkara yang sebenarnya tidaklah seperti apa yang didugakan oleh orang-orang yang tidak percaya kepada Al-Qur'an, bahkan barang siapa yang diberi ilmu oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menghendaki baginya kebaikan yang banyak, dan ilmu itu adalah wahyu Al-Qur'an. Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Mu'awiyah, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassallam pernah bersabda,

Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah menjadikannya pandai dalam agama

Kita pun pada akhirnya mendapatkan sebuah pelajaran penting dari kisah ini: betapa pentingnya kita memenangkan opini umum dalam aktivitas dakwah :) Duhai para penjaga Islam yang terpercaya, bersabarlah, sampai Allah memenangkan agama ini atau kita dipanggil pulang lebih dulu oleh Nya :)


side story 1 bisa dibaca disini

another side story dari tulisan ini :D

Sebenernya saya jadi mikir waktu nulis ayat al-Haqqah ayat 40

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ 

Kalau kita terjemahkan secara harfiah, sesungguhnya ia (al-quran) adalah perkataan rasul yang mulia,, terus kan jadi mikir ya eh kok gitu? terus saya coba buka i'rab al-Quran, isinya begini:

«إِنَّهُ» إن واسمها «لَقَوْلُ» اللام المزحلقة «قول رَسُولٍ» خبر إن مضاف إلى رسول «كَرِيمٍ» صفة والجملة الاسمية جواب القسم لا محل لها.

disana huruf "lam" berfungsi sebagai muzahlaqah atau lam ibtida bersama khabar inna, sedangkan "قول رَسُولٍ" adalah khabar inna.. setelah cek tafsir ibn katsir disana ternyata dijelaskan, di-mudaf-kan kepada Rasul dengan mengandung makna tablig (menyampaikan), karena sesungguhnya tugas rasul itu ialah menyampaikan apa yang dititipkan kepadanya. Kadang Allah meng-idafah-kan kepada malaikat yang diutus-Nya, terkadang meng-idafah-kannya (mengaitkan Al-Qur'an) kepada manusia yang diutus-Nya, karena masing-masing dari keduanya bertugas menyampaikan wahyu dan kalamNya yang dipercayakan kepadanya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:

تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam

menghilangkan pertanyaan yang muncul di awal. Jadi, kesimpulan side story dari side story ini adalah yuk ngaji bahasa arab! XD

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kata Ganti dalam Bahasa Arab [Kata Ganti untuk Allah]

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ Kalau dalam Bahasa Indonesia kita mengenal kata ganti yang bebas dari orientasi gender, seperti saya, kamu, dia, mereka, dst. Dalam Bahasa Inggris kita belajar kata ganti he untuk laki-laki, she untuk perempuan, dan it yang netral gender. Nah, dalam Bahasa Arab ada dua gender, yaitu mudzakkar (yang menunjukkan laki-laki) dan muannats (yang menunjukkan perempuan). Kalau dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa inggris dikenal kata ganti tunggal dan jamak, dalam Bahasa Arab dikenal kata ganti tunggal (mufrod), ganda (mutsanna), dan jamak. Jadi, jika dikumpulkan ada 12 kata ganti dalam Bahasa arab, yaitu: 1. هُوَ (Dia [laki-laki]): untuk orang ketiga (yang dibicarakan), tunggal (mufrad), mudzakkar. 2. هُمَا (Mereka berdua [laki-laki/perempuan]): untuk orang ketiga, ganda (mutsanna), baik mudzakkar maupun muannats. 3. هُمْ (Mereka [banyak laki-laki]): untuk orang ketiga, jamak, mudzakkar. 4. هِيَ (Dia [perempuan]): untuk orang ketiga, mufrad, muannats. 5. هُ...

Kata Benda dan Kata Kerja dalam Bahasa Arab

Dalam Bahasa Arab seseorang/sesuatu dapat dideskripsikan dalam bentuk kata kerja/verb (fi'il/فعل) atau kata benda/noun (isim/اسم). Dalam bahasa arab, dikenal 2 bentuk tenses: 1. fi'il madhi, kata kerja dalam bentuk lampau, past tenses, Yang menggambarkan sesuatu yang sudah terjadi, dan 2. Fi'il mudhori, Present-future tense, menggambarkan sesuatu yang belum selesai, menggambarkan kondisi sekarang dan yang akan datang. Sebagai contoh, ketika dikatakan اضرب (adribu) berarti I am hitting, ini adalah contoh fi'il mudhari يضرب + kata ganti untuk انا (saya) yang bermakna saya sekarang sedang memukul dan masih memukul (bentuk present-future tense). Ketika sudah selesai maka berubah menjadi ضربت (dhorobtu) yg merupakan bentuk fi'il madhi ضرب + kata ganti انا yg artinya saya memukul dan kejadiannya sudah berlalu (bentuk past tense). Seseorang/sesuatu dapat dideskripsikan dalam kata kerja atau kata benda. Bentuk Kata benda (ism faa'il) mengindikasikan bahwa subje...

Teori Machiavelli

"Harus diingat bahwa manusia harus dicintai atau dihancurkan; mereka akan menuntut balas akan luka ringan mereka, namun mereka tidak akan dapat melakukan hal serupa apabila mereka terluka parah. Oleh karena itu, luka yang kita sebabkan haruslah sebesar-besarnya sehingga kita tidak harus takut akan balasan mereka." " Membunuh sahabat seperjuangan, mengkhianati teman-teman sendiri, tidak memiliki iman, tidak memiliki rasa kasihan dan tidak memiliki agama; kesemua hal ini tidak dapat digolongkan tindakan yang bermoral, namun metode-metode ini dapat memberikan kekuatan, namun bukan kemuliaan" "Manusia tidak segan2 (lebih) membela orang yang mereka takuti dibanding yang mereka cintai. Karena cinta diikat oleh rantai kewajiban.. pada saat manusia telah mendapatkan apa yang diinginkannya, rantai tersebut akan putus. (sebaliknya) rasa takut tidak akan pernah gagal..." "orang-orang besar tidak mencapai kebesaran mereka karena keuntungan, ...