Al-Quran turun di tengah-tengah masyarakat yang
berkomunikasi menggunakan Bahasa Arab, tentu saja mereka mengerti ketinggian Bahasa
yang digunakan di dalam al-Quran. Akan tetapi, orang-orang Arab pun memiliki tingkat
pemahaman yang berbeda-beda. Telah mahsyur kisah tentang masuk Islamnya Umar
bin Khattab radiyallahu anhu setelah mendengarkan surat Thaha. Ternyata saya
baru tau kalau sebelum itu, Umar bin Khattab radiyallahu anhu sesungguhnya
telah menerima Islam dalam hatinya ketika mendengar Rasulullah shalallahu
alaihi wassallam membaca surat al-Haqqah.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul
Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami
Syuraih ibnu Ubaid yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan
bahwa sebelum masuk Islam, ia pernah keluar untuk menghadang Rasulullah shalallahu
alaihi wassallam. Ternyata ia menjumpai beliau telah mendahuluinya berada di
masjid. Lalu ia berdiri di belakang beliau, maka beliau membaca surat
Al-Haqqah, dan ia merasa kagum dengan susunan kata-kata Al-Qur'an. Ia berkata
dalam hatinya,
"Dia, demi Allah, adalah seorang penyair seperti
yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy."
Maka beliau shalallahu alaihi wassallam membaca firman-Nya:
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (٤٠)
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلا مَا تُؤْمِنُونَ (٤١)
Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu
(Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al-Qur’an itu bukanlah
perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.
(Al-Haqqah: 40-41);
Kemudian aku (Umar) berkata, "Dia adalah seorang
tukang tenung (peramal)"
Maka Nabi shalallahu alaihi wassallam. membaca firman
selanjutnya:
وَلا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلا مَا
تَذَكَّرُونَ (٤٢) تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٤٣)وَلَوْ تَقَوَّلَ
عَلَيْنَا بَعْضَ الأقَاوِيلِ (٤٤) لأخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (٤٥)ثُمَّ
لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (٤٦) فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ
(٤٧)
Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali
kamu mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan
semesta alam. Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas
(nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian
benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada
seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi
itu. (Al-Haqqah: 42-47), hingga akhir surat.
Ustadz Ade memberikan penjelasan, sesungguhnya Umar bin Khattab
radiyallahu anhu sudah meyakini kebenaran Islam dalam hatinya. Akan tetapi,
karena opini umum yang begitu kuat mendiskreditkan Islam membuat Umar bimbang.
Hatinya terasa berat. Dalam kacamata beliau radiyallahu anhu, setelah Islam
datang, kesatuan di kalangan Arab menjadi tercerai berai, kebiasaan yang sudah
berlangsung warisan para leluhur dihinakan oleh Islam. Kesimpulannya? Islam
datang dan kehidupan menjadi susah. Dan opini negatif ini pula lah yang menjadi
salah satu penghambat perkembangan dakwah Islam di Makkah.
Lalu coba kita bayangkan dalam keadaan batin yang seperti
demikian, Umar hendak membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wassallam, tetapi
di tengah jalan, Umar justru dikejutkan dengan kabar bahwa adiknya sendiri
telah masuk ke dalam Islam. Serta merta Umar beralih menuju rumah adiknya, dan disanalah
Umar radiyallahu anhu mendengarkan ayat yang mulia
طه (١)مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (٢)
Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar
kamu menjadi susah
Setelah hatinya terketuk dengan surat Al-Haqqah, lalu Umar radiyallahu
anhu dikejutkan kembali dengan jawaban langsung dari Allah subhanahu wa ta’ala
atas kegelisahannya
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى
Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu
menjadi susah
Tidaklah kalam Allah turun melainkan tepat mengeliminasi
semua kegundahan Umar radiyallahu anhu. Maka tidak lama setelah itu, Umar
langsung bertanya dimana Rasul berada dan seketika itu pula beliau radiyallahu anhu menjadi pembela
Islam yang terpercaya. Dan Allah pun mengabulkan doa kekasih-Nya,
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari
dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”
Maka perhatikan pula apa yang disampaikan ibn katsir
rahimahullah dalam tafsir beliau
Juwaibir telah meriwayatkan dari Ad-Dahhak, bahwa ketika
Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan Al-Qur'an kepada Rasul-Nya, dan Rasul
beserta para sahabatnya mengamalkannya, maka orang-orang musyrik berkata bahwa
tidak sekali-kali Allah menurunkan Al-Qur'an ini kepada Muhammad melainkan agar
dia menjadi susah.
Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya: Thaha.
Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi
sebagai peringatan bagi orang-orang yang takut (kepada Allah). (Thaha: 1-3)
Padahal duduk perkara yang sebenarnya tidaklah seperti apa
yang didugakan oleh orang-orang yang tidak percaya kepada Al-Qur'an, bahkan
barang siapa yang diberi ilmu oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menghendaki
baginya kebaikan yang banyak, dan ilmu itu adalah wahyu Al-Qur'an. Seperti yang
telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Mu'awiyah, bahwa Rasulullah shalallahu
alaihi wassallam pernah bersabda,
Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah
menjadikannya pandai dalam agama
Kita pun pada akhirnya mendapatkan sebuah pelajaran penting dari kisah ini: betapa pentingnya kita memenangkan opini umum dalam aktivitas dakwah :) Duhai para penjaga Islam yang terpercaya, bersabarlah, sampai Allah memenangkan agama ini atau kita dipanggil pulang lebih dulu oleh Nya :)
side story 1 bisa dibaca disini
another side story dari tulisan ini :D
Sebenernya saya jadi mikir waktu nulis ayat al-Haqqah ayat 40
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
Kalau kita terjemahkan secara harfiah, sesungguhnya ia (al-quran) adalah perkataan rasul yang mulia,, terus kan jadi mikir ya eh kok gitu? terus saya coba buka i'rab al-Quran, isinya begini:
«إِنَّهُ» إن واسمها «لَقَوْلُ» اللام المزحلقة «قول رَسُولٍ» خبر إن مضاف إلى رسول «كَرِيمٍ» صفة والجملة الاسمية جواب القسم لا محل لها.
disana huruf "lam" berfungsi sebagai muzahlaqah atau lam ibtida bersama khabar inna, sedangkan "قول رَسُولٍ" adalah khabar inna.. setelah cek tafsir ibn katsir disana ternyata dijelaskan, di-mudaf-kan kepada Rasul dengan mengandung makna tablig (menyampaikan), karena sesungguhnya tugas rasul itu ialah menyampaikan apa yang dititipkan kepadanya. Kadang Allah meng-idafah-kan kepada malaikat yang diutus-Nya, terkadang meng-idafah-kannya (mengaitkan Al-Qur'an) kepada manusia yang diutus-Nya, karena masing-masing dari keduanya bertugas menyampaikan wahyu dan kalamNya yang dipercayakan kepadanya. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam
menghilangkan pertanyaan yang muncul di awal. Jadi, kesimpulan side story dari side story ini adalah yuk ngaji bahasa arab! XD
Komentar
Posting Komentar